Jumat, 11 Januari 2013

Merevolusi Revolusi Hijau









Judul : Merevolusi Revolusi Hijau
Penulis : Para Guru Besar IPB
Penerbit : IPB Press
Cetakan : I-2012
ISBN : 978-979-493-937-8
Tebal : 786
HalamanHarga : Rp169.000


Revolusi hijau dianggap sebagai penyelamat penduduk dunia dari krisis pangan. Dunia saat itu dalam cekaman ketakutan akan bencana kelaparan (tahun 1960-1970-an). Sejak itu pula, Institut Pertanian Bogor (IPB) berdiri di garda depan berperan dalam menggalakkan program revolusi hijau melalui program bimbingan massal. Setelah lebih dari 40 tahun berjalan, revolusi hijau menunjukkan dampak.


Tujuan awal untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia pernah tercapai. Namun, dalam penerapan revolusi hijau terjadi dampak negatif pada lingkungan, di antaranya kekeringan lahan, degradasi lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan. Dampak lain, terputusnya berbagai ketahanan genetik alami tumbuhan terhadap hama dan penyakit.

Akibatnya, hasil produk pertanian tidak seperti diharapkan. Malahan, banyak mengalami kegagalan dan hambatan yang lebih berat dari masa sebelum revolusi hijau diterapkan. Bencana kelaparan pun kembali mengancam. Menurut Profesor Roedhy Poerwanto dan Profesor GA Wattimena, revolusi hijau telah meningkatkan produksi pangan secara drastis melalui penemuan varietas baru.

Juga ada perbaikan teknik budi daya dengan input (pestisida, pupuk, dan benih) yang tinggi dan rekayasa sosial. Namun, kemudian, revolusi hijau berdampak pada pengurangan keragaman sumber daya hayati, hilangnya kearifan lokal, pemiskinan rakyat, dan kerusakan lingkungan. Kegiatan manusia mirip seperti bakteri ragi yang mengubah lingkungan menjadi racun mematikan diri sendiri (Bab 1, halaman 3-40).

Dewan Guru Besar IPB berkomitmen untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah ini melalui konsep merevolusi revolusi hijau. Gagasangagasan berisi tinjauan ulang dan upaya penyelesaian dampak buruk revolusi hijau tertuang dalam buku ini. Gagasan-gagasan tersebut disarikan dari penelitian dan survei yang komprehensif.
Pokok pemikiran merevolusi revolusi hijau terbagi dalam delapan aspek: revolusi penyediaan pangan, penyediaan bionergi lestari, produksi primer, produk pertanian, pengelolaan sumber daya hayati berkelanjutan, sistem pasar produk pertanian, rekayasa sosial, pendidikan, serta kebijakan untuk merevolusi revolusi hijau.

Lingkungan telah banyak menderita karena limpahan limbah dan sampah industri produk pertanian. Karena itu, revolusi produk pertanian juga perlu dilakukan. Terkait ini pada Bab V (halaman 347-471) dibahas proses produksi bioplastik, biosurfakteran, teknologi biofarmakan, teknologi industri berbasis kelapa sawit.

Materi lain yang dibahas adalah pengembangan teknologi pulp dan kertas yang lestari, papan komposit sebagai produk inovatif dan prospektif, teknologi pemanfaatan kayu berdiameter kecil. Semuanya dalam rangka pengembangan sistem produk yang lestari. Sumber daya hayati mengalami degradasi akibat over-eksplorasi.

IPB mencoba mengembangkan konsepsi pengelolaan sumber daya hayati lestari dengan pengelolaan hutan berbasis ekosistem, manajemen lanskap berkelanjutan, konservasi sumber daya genetik tanaman, ternak, ikan, dan hutan. Juga dirintis agriforestri rempong dammar dan pengadaan kampung konservasi keanekaragaman hayati (Bab VI, halaman 473-586).

Untuk meningkatkan kesejahteraan petani diperlukan sistem pemasaran komoditas yang berkeadilan dan efisien. Juga perlu manajemen rantai pasokan untuk produk pertanian dan nilai dalam agribisnis serta agri-industri (halaman 603-633). Pada Bab VIII ( 653-739) antara lain diuraikan upaya pemberdayaan masyarakat dengan rekayasa sosial dan penyuluhan pembangunan. Keterlibatan masyarakat penting dalam sebuah revolusi (756-776). Buku ini bukan hanya untuk ilmuwan, tapi juga masyarakat luas yang berperan dalam meninjau kembali revolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar