Judul Buku : Agens of Change
Penulis : Endang Tri K. Sukarso
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Oktober 2012
Tebal : 205 halaman
ISBN : 978-979-22-8939-8
Harga : Rp.65.000,-
Sebuah perusahaan besar pun, jika tidak berani mengambil inisiatif perubahan, artinya telah mengambil resiko untuk jatuh perlahan-lahan. Endang Tri K. Sukarso, selama puluhan tahun bekerja di perusahaan perbankan dengan budaya organisasi partisipatif. Kemudian Endang dipercaya mengelola SDM sebuah perusahaan yang sudah puluhan tahun menganut budaya tradisional, dengan komunikasi satu arah dan cenderung otoriter. Dalam buku ini, Endang menuangkan pengalaman selama 4 tahun sebagai agent of change untuk berani mengubah budaya konservatif ke budaya partisipatif.
Menurut Endang, konsep perubahan dipengaruhi oleh 4 pilar utama yaitu organisasi, proses, system dan manusia. Dalam budaya partisipatif, pemimpin bersedia bicara terbuka mengenai pekerjaan, ide-ide dan masukan anak buahnya serta mampu meminimalkan keakuan posisi atau senioritas dalam bekerja. Budaya partisipatif ini mendorong karyawan untuk ikut memikirkan agar perusahaan tumbuh berkembang lebih baik lagi melalui partisipasi setiap karyawan. (24-25)
Proses yang dijalani Endang ada beberapa tahap. Pertama adalah pemetaan yang efektif dan efisien pada people manager dengan komunikasi dua arah, fleksibel, apresiasi, dan membangun kedekatan mutual, menjawab pertanyaan, melibatkan people manager, menghilangkan deskriminasi menjadi pemimpin bersahabat dan berorientasi pada sumberdaya manusia. Dari pemetaan inilah system perubahan dapat ditentukan dalam kerangka kerja sumber daya manusia.
Perubahan otomatis membuat kenyamanan karyawan terusik dan memungkinkan terjadi gesekan antara manajemen dan karyawan. Gesekan ini seringkali terwujud dalam bentuk mogok kerja. Mogok kerja di Indonesia umumnya diwarnai dengan turunnya para karyawan ke halaman utama kantor ke jalan raya lalu berdemo dan bisa berujung pada aksi kekerasan dan anarkhis. Mogok kerja umumnya disebabkan ketidakpuasan karyawan dan menginginkan pihak manajemen menuruti harapan mereka, namun kemudian mengalami kebuntuan mufakat. Berdiri diantara dua aspek yaitu karyawan dan manajemen membutuhkan kemampuan analisis secara “helicopter view” yaitu seakan-akan berada di angkasa dan melihat semua permasalahan secara keseluruhan.
Ditemukan fakta, bahwa karyawan yang mogok kerja sebenarnya tidak tahu maksud dari perubahan yang digulirkan perusahaan. Ada juga kaitannya dengan sosok atasannya. Sebagian unit tidak mogok karena atasanya tidak mogok. Karena itulah Endang memulai perubahan mindset dari level manajer sebagai people manager sehari-hari. Perlu adanya pelatihan kepemimpinan agar para atasan terasah dan mampu melalui berbagai masalah yang dihadapi.
Walaupun mogok kerja bukan hal yang diinginkan, usai mogok kerja biasanya pemahaman karyawan akan naik. Karyawan yang memilih tetap bersama dengan perusahaan adalah mereka yang mau berubah, hanya saja tidak tahu tentang perubahan tersebut. Ada karyawan yang justru performanya meningkat setelah mogok kerja. Potensi karyawan justru mencuat setelah memasuki budaya partisipatif.
Pemimpin hendaknya tidak berprasangka bahwa bawahan secara alamiah mengetahui kriteria kinerja yang benar atau bagaimana seharusnya membuat prioritas. Maka dari itu, pemimpin harus mendengarkan ketika mereka mencoba memberi tahu mengenai apa yang sedang terjadi. Bawahan mungkin mempunyai cara pandang terhadap masalah yang benar-benar berbeda dan bisa saja mereka yang benar. Yang harus dipastikan adalah bahwa pengertian bawahan terhadap kriteria dan prioritas selalu diperbarui. Organisasi ini secara konstan mengalami perubahan dan dengan adanya perubahan ini maka kriteria dan prioritas perlu ditinjau kembali secara teratur (halaman 60).
Pengalaman dalam menghadapi dan bernegosiasi dengan serikat pekerja juga membantu Endang dalam menyiapkan SDM yang dibutuhkan saat mogok kerja berlangsung. Pengalaman inilah yang diterapkan namun tetap bereksplorasi lagi sesuai organisasi yang baru (halaman 120-121).
Buku ini memberikan masukan pandangan kepada mereka yang berkecimpung di bidang SDM, para trainer dan para pemimpin perusahaan tentang bagaimana memperjuangkan SDM sebagai business partner melalui proses learning and development. Endang berhasil menuliskan tips-tips secara aplikatif dan praktis, namun tetap bahasan yang mendalam sampai pokok permasalahan. Perubahan adalah proses berkesinambungan, akan selalu bermunculan SDM-SDM unggul sebagai the next agent of change sehingga perubahan yang dijalankan akan benar-benar sampai pada visi dan misinya.
Penulis : Endang Tri K. Sukarso
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Oktober 2012
Tebal : 205 halaman
ISBN : 978-979-22-8939-8
Harga : Rp.65.000,-
Sebuah perusahaan besar pun, jika tidak berani mengambil inisiatif perubahan, artinya telah mengambil resiko untuk jatuh perlahan-lahan. Endang Tri K. Sukarso, selama puluhan tahun bekerja di perusahaan perbankan dengan budaya organisasi partisipatif. Kemudian Endang dipercaya mengelola SDM sebuah perusahaan yang sudah puluhan tahun menganut budaya tradisional, dengan komunikasi satu arah dan cenderung otoriter. Dalam buku ini, Endang menuangkan pengalaman selama 4 tahun sebagai agent of change untuk berani mengubah budaya konservatif ke budaya partisipatif.
Menurut Endang, konsep perubahan dipengaruhi oleh 4 pilar utama yaitu organisasi, proses, system dan manusia. Dalam budaya partisipatif, pemimpin bersedia bicara terbuka mengenai pekerjaan, ide-ide dan masukan anak buahnya serta mampu meminimalkan keakuan posisi atau senioritas dalam bekerja. Budaya partisipatif ini mendorong karyawan untuk ikut memikirkan agar perusahaan tumbuh berkembang lebih baik lagi melalui partisipasi setiap karyawan. (24-25)
Proses yang dijalani Endang ada beberapa tahap. Pertama adalah pemetaan yang efektif dan efisien pada people manager dengan komunikasi dua arah, fleksibel, apresiasi, dan membangun kedekatan mutual, menjawab pertanyaan, melibatkan people manager, menghilangkan deskriminasi menjadi pemimpin bersahabat dan berorientasi pada sumberdaya manusia. Dari pemetaan inilah system perubahan dapat ditentukan dalam kerangka kerja sumber daya manusia.
Perubahan otomatis membuat kenyamanan karyawan terusik dan memungkinkan terjadi gesekan antara manajemen dan karyawan. Gesekan ini seringkali terwujud dalam bentuk mogok kerja. Mogok kerja di Indonesia umumnya diwarnai dengan turunnya para karyawan ke halaman utama kantor ke jalan raya lalu berdemo dan bisa berujung pada aksi kekerasan dan anarkhis. Mogok kerja umumnya disebabkan ketidakpuasan karyawan dan menginginkan pihak manajemen menuruti harapan mereka, namun kemudian mengalami kebuntuan mufakat. Berdiri diantara dua aspek yaitu karyawan dan manajemen membutuhkan kemampuan analisis secara “helicopter view” yaitu seakan-akan berada di angkasa dan melihat semua permasalahan secara keseluruhan.
Ditemukan fakta, bahwa karyawan yang mogok kerja sebenarnya tidak tahu maksud dari perubahan yang digulirkan perusahaan. Ada juga kaitannya dengan sosok atasannya. Sebagian unit tidak mogok karena atasanya tidak mogok. Karena itulah Endang memulai perubahan mindset dari level manajer sebagai people manager sehari-hari. Perlu adanya pelatihan kepemimpinan agar para atasan terasah dan mampu melalui berbagai masalah yang dihadapi.
Walaupun mogok kerja bukan hal yang diinginkan, usai mogok kerja biasanya pemahaman karyawan akan naik. Karyawan yang memilih tetap bersama dengan perusahaan adalah mereka yang mau berubah, hanya saja tidak tahu tentang perubahan tersebut. Ada karyawan yang justru performanya meningkat setelah mogok kerja. Potensi karyawan justru mencuat setelah memasuki budaya partisipatif.
Pemimpin hendaknya tidak berprasangka bahwa bawahan secara alamiah mengetahui kriteria kinerja yang benar atau bagaimana seharusnya membuat prioritas. Maka dari itu, pemimpin harus mendengarkan ketika mereka mencoba memberi tahu mengenai apa yang sedang terjadi. Bawahan mungkin mempunyai cara pandang terhadap masalah yang benar-benar berbeda dan bisa saja mereka yang benar. Yang harus dipastikan adalah bahwa pengertian bawahan terhadap kriteria dan prioritas selalu diperbarui. Organisasi ini secara konstan mengalami perubahan dan dengan adanya perubahan ini maka kriteria dan prioritas perlu ditinjau kembali secara teratur (halaman 60).
Pengalaman dalam menghadapi dan bernegosiasi dengan serikat pekerja juga membantu Endang dalam menyiapkan SDM yang dibutuhkan saat mogok kerja berlangsung. Pengalaman inilah yang diterapkan namun tetap bereksplorasi lagi sesuai organisasi yang baru (halaman 120-121).
Buku ini memberikan masukan pandangan kepada mereka yang berkecimpung di bidang SDM, para trainer dan para pemimpin perusahaan tentang bagaimana memperjuangkan SDM sebagai business partner melalui proses learning and development. Endang berhasil menuliskan tips-tips secara aplikatif dan praktis, namun tetap bahasan yang mendalam sampai pokok permasalahan. Perubahan adalah proses berkesinambungan, akan selalu bermunculan SDM-SDM unggul sebagai the next agent of change sehingga perubahan yang dijalankan akan benar-benar sampai pada visi dan misinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar