Resensi buku oleh : Murtiyarini
Judul Buku : Inside Coca Cola
Penulis
: Neville Isdell dengan
David Beasley
Penerjemah: Daniel P. Purba
Penerbit
: Esensi (Erlangga
Group)
Tahun : 2012 / Cetakan ke 1
ISBN
: 978-602-7596-17-7
Tebal
: 247 halaman
Harga
: Rp. 75.000
Keberhasilan Coca-cola
menembus budaya, bahasa, dan negara-negara di dunia menjadikannya sebagai merek minuman bersoda paling populer. Coca-cola memiliki daya tarik rahasia,
tidak hanya rasanya tapi juga pesan sosial yang dibawanya. Rahasia rasa Coca-cola hanya diketahui oleh
beberapa orang, bahkan CEOpun tidak mengetahuinya. Namun Neville Isdell sebagai
CEO Coca-cola sangat tahu bagaimana cara menaklukkan pasar.
Buku
ini sebenarnya bukan bercerita tentang perusahaan Coca-cola. Namun bercerita tentang Neville Isdell, orang
yang telah bekerja selama lebih dari 40 tahun di Coca-cola, menapaki karier
dari bawah hingga jabatan CEO ada di tangannya.
Keberhasilannya membangun branding tampaknya telah menjadikan buku
biografi ini sebagai perpanjangan pesan dari Coca-cola.
Isdell
lahir di Irlandia bagian utara tahun 1943 kemudian mengikuti Ayahnya yang
pensiunan polisi berpindah ke Afrika tahun 1954. Kecintaannya pada kultur sosial Afrika
bermula dari sini. Isdell remaja sangat menentang politik apartheid. Isdell
mengawali karier di Coca-cola sebagai management
trainee pembotolan di Zambia. Kemudian perjalanan karier Isdell menanjak
dan dipercaya untuk meluaskan pasar Coca-cola ke berbagai belahan dunia:
Afrika, Australia, Filipina, India, Jerman dan Amerika Serikat. Pembaca akan melihat bagaimana perjalanan
international sebuah raksasa korporat melakukan ekspansi pangsa pasar dunia.
Di
Filipina, Isdell harus memperjuangan Coca-cola bersaing dengan Pepsi. Tahun 1981 Pepsi menguasai Filipina dengan
perbandingan 2:1. Dua tahun kemudian, Coca-cola berhasil mengambil alih pasar.
Isdell memerhatikan multiplier effect
Coca-cola terhadap perekonomian lokal.
Di toko-toko kecil, porsi Coca-cola 20% dari bisnis total. Ketika
perusahaan mempertimbangkan ribuan karyawan, pemilik toko dan vendor lainnya
yang terlibat, perusahaan telah membuat efek yang sangat besar terhadap
perekonomian Filipina. Perusahaan telah
membuat lapangan pekerjaan yang banyak dan mengurangi kemiskinan. Di sini Isdell banyak belajar tentang
bagaimana memotivasi karyawan sehingga perusahaan mendapatkan hasil terbaik (halaman
53-80).
Yang
mengejutkan, tahun 1993 Isdell memilih untuk membawa kembali Coca-cola ke India. Padahal sebelumnya Coca-cola pernah
meninggalkan negara ini karena tidak bersedia berbagi formula rahasia dengan perusahaan
India. Saat itu merek Thums Up adalah minuman cola
nomor satu rakyat India. Isdell percaya,
mematikan Thums Up adalah bencana, karena itu Coca-cola mengakuisisi dan tetap
mempertahankan Thums Up. Hingga kini Thums up tetap nomor satu, namun Coca-cola
telah berhasil meraih keuntungan di India (halaman 131-152).
Kemampuan
Isdell dalam memahami perbedaan budaya antar daerah mendorongnya untuk
mengembangkan visi kapitalisme terhubung.
Agar tetap kompetitif, Coca-cola
telah mengonsolidasi banyak cabang kecil yang memiliki ikatan kuat dan vital
dengan masyarakat.
Kapitalisme terhubung menjalankan perusahaan
dengan tanggung jawab sosial. Perusahaan
ibaratnya meminjam asset pada masyarakat dan mempunyai tanggung jawab untuk
melindungi lingkungan dan budaya setempat.
Interaksi
perusahaan,
masyarakat dan lingkungan terbentuk dalam hubungan mutualisme untuk memerangi
penyakit, mengurangi kemiskinan, menyelamatkan bumi, meningkatkan mutu pendidikan
dan keuntungan sektor swasta. Dampaknya, kepercayaan konsumen meningkat sehingga
meningkatkan eksistensi perusahaan (halaman 209-239).
Buku
ini penuh pengalaman yang ditulis langsung oleh sang CEO bersama David Beasley.
Pembaca mungkin akan terpikat pertama karena judul buku ini membawa merek minuman
soda terkenal. Jika bukan karena
penasaran, pembaca akan lelah pada bagian pengantar dan bab pertama. Bab 1- 6
berisi runutan sejarah karier Neville Isdell. Banyak nama, peristiwa dan tahun yang
disajikan tidak ramah pembaca dan menyita memori pembaca. Pembaca akan
menemukan inti buku justru pada dua bab terakhir. Setelah membaca buku ini, pembaca
lebih mengingat apa yang Coca Cola lakukan daripada yang CEO lakukan.
Seperti
pada buku terjemahan lainnya, beban pembaca akan bertambah karena kalimat yang
disajikan tidak mudah dipahami sebagaimana yang ditulis oleh penulis
Indonesia. Mengurangi kesenjangan
bahasa ini memang menjadi tanggung jawab penerjemah. Mengingat muatan materi yang cukup banyak, Daniel
P. Purba telah berhasil menerjemahkan buku ini dan menyajikan kalimat semudah
mungkin pada pembaca tanpa mengurangi spirit dari buku aslinya.
Inside
Coca-cola memberikan cerita dari perspektif orang dalam, mengikuti bisnis keliling
dunia sambil memperjuangkan idealisme dan tanggung jawab perusahaan. Naville Isdell banyak menceritakan hal-hal yang
dialaminya sebagai bumbu dalam jejak profesionalismenya. Tampaknya, Isdell sangat
mengingat setiap percakapan dan
pilihan-pilihan dalam hidupnya. Apa yang diceritakan dalam buku ini memberikan
efek personafikasi pada memoar bisnis, melalui dialog dan cerita yang hidup. Buku ini adalah perpaduan antara biografi dan
buku bisnis. Secara keseluruhan, buku
ini sangat menarik terutama bagi mereka para pelaku bisnis yang ingin
mengetahui kisah sukses dibalik kejayaan Coca-cola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar