Selasa, 18 Desember 2012

Pendidikan Ala Andi Hakim Nasution



Judul buku : Daun-daun Berserakan
Penulis : Andi Hakim Nasution
Penerbit : IPB Press
Cetakan : Kedua, 2011
Tebal buku : xxxiv, 620 hal
Harga : Rp. 69.000, -



Andi Hakim Nasoetion adalah seorang pendidik ulung jebolan Statistika Institut Pertanian Bogor atau yang lebih dikenal dengan IPB. Beliau selain pakar statistik juga merupakan ilmuwan pendidikan. Pemikiran beliau akan perkembangan pendidikan di Indonesia ini sangatlah cemerlang. Ini tidak lain karena sepanjang kehidupan beliau didedikasikan untuk dunia pendidikan. Beliau pernah menjabat Rektor IPB juga Ketua Ikatan Statistikawan Indonesia.

Buku ini adalah kumpulan dari berbagai kumpulan pemikiran beliau yang tersebar diberbagai literature dan media, mulai dari media massa sampai pidato beliau di berbagai acara. Buku ini secara mayoritas berisikan pandangan-pandangan beliau akan ilmu pendidikan dan pendidikan. Di buku ini, kita akan menemukan pandangan beliau akan mekanisme masuk PTN yang selektif, masalah salah masuk jurusan bagi lulusan SMA, dan juga polemik susahnya insan cendekia jebolan SMA sederajat memasuki jenjang Perguruan Tinggi karena terkendala biaya. Beliau memberikan argumennya disertai analisis tajam serta solusi sehingga menjadi rujukan bagi khalayak masyarakat luas.

Tanggung Jawab Mahasiswa dan Ilmuwan

Tahun 1970 dalam Harian Sinar Harapan, AHN berpendapat bahwa setiap universitas seharusnya menjadi pusat pembangunan daerah bagi lingkungannya. Menurutnya, penggunaan mahasiswa secara menyeluruh dalam suatu pengabdian masyarakat perlu dikemas dalam kurikulum.

Pengalaman AHN berkaitan hal ini sangat menarik dan menggelitik. Mahasiswa di Sulawesi Utara dikerahkan membantu petani memetik bunga cengkeh. Hasilnya, kebun cengkeh mengalami banyak kerusakan. Pengerahan mahasiswa akhirnya hanya menjadi suatu kegagalan, hasil pemetikan mungkin terselamatkan, namun produksi cengkeh musim berikutnya sangat menurun karena kebun mengalami kerusakan.

Pada lain waktu, tahun 1967, datang menghadap kepadanya orangtua mahasiswa meminta pertanggungjawaban, anaknya yang menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian IPB pergi ke Seram dalam program Swasembada Bahan Makanan (SSBM). Mahasiswa tersebut tidak mau pulang hingga sebuah waduk selesai dibangun untuk keperluan irigasi. Idealisme pemuda mencapai cita-citanya adakalanya tidak menyadari bahaya-bahaya yang dihadapinya. Bagi negara, masalah ini digolongkan ke dalam persoalan educational waslage. (Halaman 17-23)

Bakat Ilmuwan

Manusia terlahir dengan bakat tersendiri. Oleh karena itu, AHN menyatakan perlunya mempelajari riwayat hidup seseorang yang akhirnya dapat menjadi ilmuwan yang baik. Kira-kira tahun 1960, seorang pemuda mengahadap ruang kerjanya di kantor sekretariat akademi Departemen Pertanian Ciawi. Pemuda itu bertanya bagaimana caranya melamar menjadi mahasiswa akademi pertanian. Sayang sekali, batas waktu pendaftaran telah terlewati. Dari perbincangan selanjutnya, AHN merasa tertatik karena pemuda itu punye pengetahuan cukup bagus. AHN menawarkan anak itu untuk berbohong, dengan memajukan tanggal pada surat lamaran. Singkat kata, pemuda itu menjadi mahasiswa akademi Departemen Pertanian di Ciawi, kemudian pemuda itu memilih jurusan perikanan laut. Lulus dari akademi, pemuda itu melanjutkan ke Universitas Nasional, dan lulus sarjana kurang dari 2 tahun dan melanjutkan master of science. Kemudian ia mendapat gelar PHD ilmu kelautan di perguruan tinggi di Inggris.

Perlu waktu 24 tahun AHN menyadari akibatnya mengambil langkah di luar prosedur. Kebohongan pada juli 1960 itu awalnya hanya perasaan mubadzir melepas pemuda pandai, namun akhirnya sekarang itu bukanlah hal yang penting. Kenyataannya Ilmu kelautan indonesia mungkin kehilangan kesempatan mendapatkan seorang ilmuwan oseanografi.

AHN menyimpulkan ciri anak berbakat ilmuwan mengambil contoh di atas, bahwa ilmuwan mempunyai kemampuan di atas rata-rata, ditambah dengan ketangguhan, dapat mengungkapkan pendapatnya secara lisan seperti yang pada ilmuwan oseanografi tersebut. Pada kisah lain, anak berbakat mempunyai rasa ingin tahu besar, daya kreasi dan ketekunan yang tinggi.
Dan bagaimana yang akan berhasil? Anak berbakat mempunyai 3 hal yang menentukan jalan hidup mereka sebagai ilmuwan, pertama selalu diberi dorongan oleh orang tua, dorongan dari guru dan pernah mendapatkan tekanan lingkungan.

Kita di Indonesia cenderung ingin berlaku adil, namun yang terjadi sebaliknya. Untuk menjaring mahasiswa peguruan tinggi terpaksa melakukan ujian masuk serempak dengan pilihan ganda. Yang terungkap adalah kemampuan menebak dan mengingat. Kalau skor tinggi mungkin jadi petunjuk kecerdasan. Namun jika tiga perempat. Maka banyak hal lain yang bias. Uji tersebut tidak menjarik siswa dengan kemampuan psikomotor, kinestetik, psikososial atau seni. Penelusuran minat dan bakat tidak dapat dilakukan melalui penelusuran minat dan kemampuan dengan suatu standae nasional. (Hal 60-70)

Masalah-masalah Pendidikan

Negara ini akan mengalami hambatan kemajuan jika cendekiawannya hanya terdiri dari dokter, insinyur sipil dan tambang serta tentara. Saat AHN menuliskan opini untuk tempo pada tahun 1973, minat siswa tersentral pada ketiga pilihan itu. AHM sudah melihat kecenderungan manusia akan hidup dalam bangunan, kakinya mengecil karena tidak perlu berjalan jauh, tapi jarinya menguat karena selalu digunakan menekan tombol alat elektronik. Tapi manusia tetap menjalankan kodrat alam, yaitu membutuhkan pangan dan bersandar pada tenaga matahari. Oleh karena itu, sangat menyedihkan apabila lulusan SMA yang cerdas enggan melamar fakultas MIPA, Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kehutanan, Ekonomi dan Tata Laksana. Akademi kedinasan membiayai siswa sesuai bidang-bidang yang diperlukan, walaupun banyak biaya dikeluarkan, namun berhasil menarik siswa-siswa cerdas kurang mampun ke bidang-bidang yang tadinya bukan favorit. Dengan demikian bukan hanya olahraga yang butuh bapak angkat, mahasiswa juga (97-99)

AHN mencermati paham-paham salah dalam pendidikan di Indonesia. Tulisannya tentang ini dimuat di harian Kompas pada tahun 1973. Diantaranya tentang salah kaprah a dibagi 0 adalah tidak terhingga, padahal sebenarnya adalah tidak didefinisikan. Ada juga pelajaran SD bahwa bom pertama di perang Pasifik, seoranga anak menjawab di Hawai dan disalahkan, jawabab yang benar menurut guru adalah di teluk mutiara. Padahal yang dimaksud adalah Pearl Harbour , Hawai.

***

Sampel-sampel dalam masalah pendidikan dalam buku ini, banyak diambil penulis dari pengalamannya menjadi akademisi di IPB sehingga tulisan beliau terlihat sangat tua. Kumpulan tulisan beliau ini diterbitkan sejak tahun 60-an sampai 90-an. Namun, sampai sekarang saya yakin masih relevan dan sangat realistis untuk diimplementasikan.

Buku ini sangatlah cocok dibaca oleh semua kalangan terutama para guru dan stakeholder pendidikan negeri ini yang rindu akan pemikiran cemerlang dan gemilang akan dunia pendidikan. Andi Hakim Nasoetion layak disebut pembaharu pendidikan Indonesia.

Selamat membaca dan temukan inspirasi-inspirasi dalam dunia pendidikan. Go Pendidikan Indonesia !

Silakan mampir ke blog utama saya di link

http://bit.ly/1UWEkD0

1 komentar:

  1. Mbak Arin, bisa bantu info ke mana saya bisa membeli buku - buku terbitan IPB Press? Terutama buku - buku karya Pak Andi Hakim Nasution? Terima kasih.

    BalasHapus