Senin, 30 Juli 2012

Saat Pengarang Bertemu Editor (Koran Jakarta)



Judul Buku : When Author Meet Editor
Penulis : Luna Torashyngu dan Donna Widjajanto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : Mei, 2012 / Cetakan ke 1
ISBN : 978-979-22-8322-8
Tebal : 236 halaman
Harga : Rp. 55.000


Sejak tahun 2005, terjadi ledakan jumlah pengarang buku-buku fiksi di Indonesia. Banyak penulis yang melejit namanya secara mendadak, namun tidak sedikit yang frustasi karena naskahnya ditolak dari penerbit satu ke penerbit yang lain. Karena itu buku-buku tentang teknik menembus penerbit dapat menjadi rujukan bagi para penulis.

Buku When Author Meets Editor merupakan karya kolaborasi antara Luna Torashyngu, pengarang novel teenlit bestseller dengan Donna Widjajanto, editor dari penerbit. Mereka menyajikan rahasia dan fakta dibalik lahirnya buku fiksi dan novel laris. Kolaborasi dari dapur penerbitan ini mengungkap secara terbuka seluk beluk cara menembus penerbit dan hal-hal apa saja yang membuat sebuah naskah ditolak.

Ketidaktahuan pengarang seperti cara mengirimkan naskah ke penerbit, pra syarat yang harus dipenuhi agar naskah diterbitkan, dan berbagai kesalahan sederhana yang membuat naskah langsung ditolak. Dalam buku ini juga dijelaskan tema tulisan yang disukai editor dan pembaca, kunci menjalin hubungan baik dengan editor serta jurus rahasia untuk tetap konsisten berkarya.

Dalam karya fiksi, diperlukan ide – ide liar dari pengarang yang melahirkan rangkaian cerita yang tak biasa dengan ending yang sulit ditebak. Sebuah cerita akan terasa hidup apabila memperhatikan tiga hal penting dalam proses kreatifnya yaitu pemilihan karakter tokoh, setting cerita, dan alur cerita yang tepat. Karakter memegang peranan penting dalam cerita karena membuat cerita lebih hidup. Bahkan karakter yang kuat bisa mengangkat suatu cerita yang tema dan jalan ceritanya biasa saja menjadi menarik. Pengarang yang baik membuat pembacanya mampu membayangkan karakter – karakter dalam ceritanya dengan sangat jelas. Begitu juga dalam penentuan setting waktu dan setting lokasi, diperlukan ide liar agar tidak monoton bagi pembaca. Sedangkan untuk alur cerita, ditentukan oleh kalimat pembuka, alur yang berbeda, ending yang tidak mudah ditebak dan kalimat yang tidak bertele-tele. Langkah-langkah dalam membangun 3 komponen utama ini dijelaskan oleh Luna Torashyngu pada bab 3.

Apa yang terjadi di balik meja redaksi masih menjadi rasa penasaran para pengarang. Pada bab 5, sang editor mulai menceritakan tentang apa saja yang terjadi di balik meja redaksi dan bagaimana editor memperlakukan naskah demi naskah yang jumlahnya bertumpuk-tumpuk. Selain bentuk dan tampilan naskah, tema yang diajukan pengarang sangat menentukan apakah naskah akan dilanjutkan untuk dibaca oleh editor atau tidak. Hal-hal pertama, seperti kalimat pertama, adegan pertama, paragraph pertama, halaman pertama adalah poin krusial yang menyangkut hidup-mati sebuah novel. Kalau yang pertama-pertama ini sukses merebut perhatian editor, maka berita baik untuk pengarang, dalam beberapa bulan novelnya akan berada di toko buku.

Perjalanan sebuah naskah menjadi buku cantik ternyata tidak mudah. Editor sangat berkuasa memberikan kritik di sana-sini dan meminta pengarang untuk melakukan revisi. Pada bab 6-8 buku ini menjelaskan secara detil apa saja yang perlu direvisi dan bagaimana proses revisi itu berlangsung. Pada babak revisi seringkali terjadi permasalahan antara pengarang dan editor. Permasalahan bisa datang dari pihak editor, misalnya editor sok tahu, kurang cermat, atau terlalu kaku, maupun dari pihak pengarang misalnya penulis yang keras kepala tidak mau merevisi naskah, tidak sabar dan sok tahu. Karena itu, keharmonisan antara pengarang dengan editor ini perlu dijaga karena menentukan kerjasama dan produktivitas pada karya-karya selanjutnya.

Pada akhir buku dilampirkan bonus bab-bab asli dari novel best seller : “Mawar Merah : Matahari” yang dihilangkan dari buku jadinya (halaman 143 -232). Bagi yang sudah membaca novel tersebut, bonus ini dapat menghapus rasa penasaran. Disebutkan bahwa pemotongan bagian tersebut karena dirasa tidak perlu berada dalam alur cerita. Namun bagi yang belum membaca novel tersebut, bonus ini hanya akan menjadi penggalan cerita tanpa awal dan akhir.

Dari riset pasar sederhana menunjukkan ternyata banyak sekali buku tentang cara menulis, namun belum ada atau sedikit sekali buku yang menyinggung hubungan pengarang dengan penerbit dan editor. Ternyata, para pengarang dan editor masih punya rasa takut atau enggan satu sama lain. Diantaranya takut naskah yang sedang dikerjakan ternyata tidak berguna, tidak bermakna dan akhirnya tidak laku di pasaran. Tetapi, riset, sesederhana apapun, bisa membantu membukakan sudut pandang baru pada naskah yang sedang kita kerjakan dan membantu mengatasi rasa takut itu.

2 komentar: