Sabtu, 24 November 2012

MERENGKUH PASAR DUNIA DENGAN KAPITALISME TERHUBUNG



Resensi buku oleh : Murtiyarini

Judul Buku  : Inside Coca Cola
Penulis         : Neville Isdell dengan David Beasley
Penerjemah: Daniel P. Purba
Penerbit       : Esensi (Erlangga Group)
Tahun           : 2012 / Cetakan ke 1
ISBN             : 978-602-7596-17-7
Tebal            : 247 halaman
Harga           : Rp. 75.000








Keberhasilan Coca-cola menembus budaya, bahasa, dan negara-negara di dunia menjadikannya sebagai merek minuman bersoda paling populer.  Coca-cola memiliki daya tarik rahasia, tidak hanya rasanya tapi juga pesan sosial yang dibawanya.  Rahasia rasa Coca-cola hanya diketahui oleh beberapa orang, bahkan CEOpun tidak mengetahuinya. Namun Neville Isdell sebagai CEO Coca-cola sangat tahu bagaimana cara menaklukkan pasar.

Buku ini sebenarnya bukan bercerita tentang perusahaan Coca-cola.  Namun bercerita tentang Neville Isdell, orang yang telah bekerja selama lebih dari 40 tahun di Coca-cola, menapaki karier dari bawah hingga jabatan CEO ada di tangannya.  Keberhasilannya membangun branding tampaknya telah menjadikan buku biografi ini sebagai perpanjangan pesan dari Coca-cola.

Isdell lahir di Irlandia bagian utara tahun 1943 kemudian mengikuti Ayahnya yang pensiunan polisi berpindah ke Afrika tahun 1954.  Kecintaannya pada kultur sosial Afrika bermula dari sini. Isdell remaja sangat menentang politik apartheid. Isdell mengawali karier di Coca-cola sebagai management trainee pembotolan di Zambia. Kemudian perjalanan karier Isdell menanjak dan dipercaya untuk meluaskan pasar Coca-cola ke berbagai belahan dunia: Afrika, Australia, Filipina, India, Jerman dan Amerika Serikat.  Pembaca akan melihat bagaimana perjalanan international sebuah raksasa korporat melakukan ekspansi pangsa pasar dunia.

Di Filipina, Isdell harus memperjuangan Coca-cola bersaing dengan Pepsi.  Tahun 1981 Pepsi menguasai Filipina dengan perbandingan 2:1. Dua tahun kemudian, Coca-cola berhasil mengambil alih pasar. Isdell memerhatikan multiplier effect Coca-cola terhadap perekonomian lokal.  Di toko-toko kecil, porsi Coca-cola 20% dari bisnis total. Ketika perusahaan mempertimbangkan ribuan karyawan, pemilik toko dan vendor lainnya yang terlibat, perusahaan telah membuat efek yang sangat besar terhadap perekonomian Filipina.  Perusahaan telah membuat lapangan pekerjaan yang banyak dan mengurangi kemiskinan.  Di sini Isdell banyak belajar tentang bagaimana memotivasi karyawan sehingga perusahaan mendapatkan hasil terbaik (halaman 53-80).

Yang mengejutkan, tahun 1993 Isdell memilih untuk membawa kembali Coca-cola ke India.  Padahal sebelumnya Coca-cola pernah meninggalkan negara ini karena tidak bersedia berbagi formula rahasia dengan perusahaan India.   Saat itu merek Thums Up adalah minuman cola nomor satu rakyat India.  Isdell percaya, mematikan Thums Up adalah bencana, karena itu Coca-cola mengakuisisi dan tetap mempertahankan Thums Up. Hingga kini Thums up tetap nomor satu, namun Coca-cola telah berhasil meraih keuntungan di India (halaman 131-152).

Kemampuan Isdell dalam memahami perbedaan budaya antar daerah mendorongnya untuk mengembangkan visi kapitalisme terhubung.  Agar tetap kompetitif, Coca-cola telah mengonsolidasi banyak cabang kecil yang memiliki ikatan kuat dan vital dengan masyarakat. 
Kapitalisme terhubung menjalankan perusahaan dengan tanggung jawab sosial. Perusahaan ibaratnya meminjam asset pada masyarakat dan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi lingkungan dan budaya setempat.  Interaksi  perusahaan, masyarakat dan lingkungan terbentuk dalam hubungan mutualisme untuk memerangi penyakit, mengurangi kemiskinan, menyelamatkan bumi, meningkatkan mutu pendidikan dan keuntungan sektor swasta. Dampaknya, kepercayaan konsumen meningkat sehingga meningkatkan eksistensi perusahaan (halaman 209-239).

Buku ini penuh pengalaman yang ditulis langsung oleh sang CEO bersama David Beasley. Pembaca mungkin akan terpikat pertama karena judul buku ini membawa merek minuman soda terkenal.  Jika bukan karena penasaran, pembaca akan lelah pada bagian pengantar dan bab pertama. Bab 1- 6 berisi runutan sejarah karier Neville Isdell.  Banyak nama, peristiwa dan tahun yang disajikan tidak ramah pembaca dan menyita memori pembaca. Pembaca akan menemukan inti buku justru pada dua bab terakhir. Setelah membaca buku ini, pembaca lebih mengingat apa yang Coca Cola lakukan daripada yang CEO lakukan.

Seperti pada buku terjemahan lainnya, beban pembaca akan bertambah karena kalimat yang disajikan tidak mudah dipahami sebagaimana yang ditulis oleh penulis Indonesia.  Mengurangi kesenjangan bahasa ini memang menjadi tanggung jawab penerjemah.  Mengingat muatan materi yang cukup banyak, Daniel P. Purba telah berhasil menerjemahkan buku ini dan menyajikan kalimat semudah mungkin pada pembaca tanpa mengurangi spirit dari buku aslinya.

Inside Coca-cola memberikan cerita dari perspektif orang dalam, mengikuti bisnis keliling dunia sambil memperjuangkan idealisme dan tanggung jawab perusahaan.  Naville Isdell banyak menceritakan hal-hal yang dialaminya sebagai bumbu dalam jejak profesionalismenya. Tampaknya, Isdell sangat mengingat setiap  percakapan dan pilihan-pilihan dalam hidupnya. Apa yang diceritakan dalam buku ini memberikan efek personafikasi pada memoar bisnis, melalui dialog dan cerita yang hidup.   Buku ini adalah perpaduan antara biografi dan buku bisnis.  Secara keseluruhan, buku ini sangat menarik terutama bagi mereka para pelaku bisnis yang ingin mengetahui kisah sukses dibalik kejayaan Coca-cola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar